Senin, 22 Februari 2016

Apa yang Sedang Mama Persiapkan?

"Ketahuilah, Tania dan Dede... Daun yang jatuh tak pernah membenci angin... Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. Tania, kau lebih dari dewasa untuk memahami kalimat itu... Tidak sekarang, esok lusa kau akan tahu artinya... Dan saat kau tahu apa artinya, semua ini akan terlihat berbeda. Kita harus pulang, Tania."

Aku menelan ludah. Tertunduk.

"Dan Dede... Bukankan Oom pernah ikut bersamamu saat mengubur si ikan cupang? Ibu juga tak akan pernah kembali seperti si ikan cupang. Dia sudah pergi ke tempat yang paling indah... Surga yang sering Oom ceritakan setiap hari Minggu... Ibu akan bahagia di sana..."

"Tetapi kenapa Ibu tidak mengajak Dede!" adikku memotong dengan suara terisak, berusaha mengibaskan tangan dia. Kakinya semakin menghujam dalam di atas tanah merah.

"Karena Ibu sedang menyiapkan banyak hal di sana... Seperti saat pagi-pagi Ibu menyiapkan sarapan buat Dede dan Tania... Nanti, kalau sudah siap, kita juga akan pergi ke sana suatu saat... Sekarang kita hanya akan mengganggu saja.

"Ibu akan datang seperti saat membangunkan kalian pagi-pagi untuk bersiap berangkat sekolah... Tetapi sebelum waktunya tiba, kita harus pulang ke rumah malam ini, tidur yang nyenyak, esok pagi bangun melanjutkan kehidupan... Suatu hari nanti kita akan bertemu lagi dengan Ibu... Dia pasti menjemput."

—Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, Tere Liye.

***

Hari ini hari ke 4 tanpa adanya kehadiranmu Mama. Tidak ada yang membangunkanku untuk menyiapkan Quacker Oatmeal setiap paginya. Apa Mama tidak lapar?

Setelah mengantar Ayah dan Dede, aku terbiasa menengok ke dalam kamar. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang tergulai lemah di sana. Mama dimana?

Aku bersyukur, Mama tidak perlu lagi berteriak, meringis, menangis merasakan sakitnya. Mama adalah orang terkuat yang mampu melawan apa yang sedang menyerangnya. Tapi, kenapa Mama menyerah? Apa penyakit itu terlalu jahat?

Pukul 8 pagi, 2 siang, dan 8 malam, Mama tidak perlu lagi menenggak obat-obat pahit yang selalu Mama keluhkan. "Kenapa banyak sekali?" pertanyaan itu selalu dilontarkan Mama ketika aku membawa obat-obatnya untuk diminum. Namun sekarang Mama sudah terbebas dari obat-obat yang pahit itu.

Sekarang sayur di rumah selalu tidak habis, Ma. Dede jadi susah makan karena tidak ada yang menyuapi, kalau aku, aku masih seperti dulu yang tidak suka makan sayur. Mama kenapa tidak marah lagi ketika aku tidak makan sayur? Tapi tenang, Ayah tidak pernah absen untuk memaksaku menghabiskan sayur pada malam hari.

Ah iya, apa Mama sudah tahu kalau Dede akan maju mewakili Jatiasih untuk olimpiade matematika bulan Maret nanti? Aku malu, Ma, Dede sekecil itu sudah bisa membuatmu dan Ayah bahagia. Mama harus dengar apa yang Dede ucapkan kemarin pada saat upacara, "Ini kado spesial untuk Mama."

Lalu Dede bertanya kepadaku, "Kenapa guru-guru menangis? Caca juga kenapa menangis? Dede, kan, menang lomba, masa menangis?" Apa yang harus aku katakan kepada Dede, Ma?

Aku tak tahu, Ma. Apa yang Dede rasakan saat ini, Dede masih bermain mobil-mobilannya seperti biasa, atau bermain game di handphone Mama. Kenapa Mama tidak memarahi Dede lagi karena lebih sering bermain?

Ayah untuk seminggu ke depan pulang cepat dari biasanya, katanya takut kalau aku sama Dede sendirian. Tapi aku sedih, Ma, saat melihat Ayah selalu menengok ke dalam kamar dan sudah tidak ada Mama disitu, mata Ayah selalu memerah. Aku lebih suka Ayah terus bekerja daripada melihat Ayah menangis.

Pukul 9 malam aku menemani Ayah makan malam, dan terkadang dipaksa ikut makan juga. Hah, sudah berapa kilogram berat badanku naik. Apa Mama tidak mau menemani Ayah makan malam seperti biasanya?

Sudah 4 hari, apa yang sudah Mama persiapkan disana? Apa yang akan Mama perlihatkan kepada kami nantinya? Mama pasti menyiapkan untuk kita bersama-sama lagi, kan?

Aku senang membayangkan Mama disana bisa berjalan seperti dahulu. Pasti Mama juga merindukan kaki Mama yang sehat, kan? Mama pasti merias diri Mama untuk bertemu dengan kami kembali. Mama selalu cantik dalam kondisi apapun, apalagi sekarang Mama di Surga, tempat terindah yang disiapkan Tuhan untuk Mama terhebat yang kuat menghadapi sesuatu.

Saat Mama di jemput, apa Mama bertemu malaikat tampan seperti drama Korea kesukaan Mama yaitu 49 Days? Ah, setidaknya Mama tidak perlu bersusah payah mengumpulkan 3 tetes air mata untuk beristirahat dengan tenang.

Terimakasih Tuhan, Kau telah mempersilahkan aku lebih dekat dengan Mama untuk beberapa bulan ini. Entah apa bisa aku menebus kesalahanku sebelumnya, namun aku bisa merasakan kasih sayang Mama di minggu-minggu terakhirnya.

Caca sayang Mama selalu dan sampai kapanpun.
— 23 Februari 2016, 08:52 WIB.